Jumat, 11 Desember 2015

"PERSPEKTIF AL-QUR’AN TENTANG KONSEP DIRI REMAJA TERKAIT PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA”.



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Indonesia memiliki modal atau kekuatan yang memadai untuk menjadi bangsa besar dan negara yang kuat. Modal itu antara lain luas wilayah, jumlah penduduk, kekayaan alam, kekayaan budaya, kesatuan bahasa, ketaatan pada ajaran agama, dan sistem pemerintahan republik yang demokratis. Akan tetapi modal yang besar itu seakan tidak banyak berarti apabila karakter bangsa ini belum terbangun atau belum berubah ke arah yang lebih baik. Karakter bangsa Indonesia yang kurang kondusif atau menjadi penghambat kejayaan bangsa Indonesia menjadi bangsa maju antara lain malas, tidak disiplin,  suka melanggar aturan, suka menerabas, korupsi, kolusi dan nepotisme.
Selama karakter sebuah bangsa tersebut tidak berubah, maka bangsa tersebut juga tidak akan mengalami perubahan dan akan tertinggal dengan bangsa-bangsa lain, meskipun bangsa tersebut sesungguhnya memiliki potensi dan modal yang besar. Allah dalam hal ini secara tegas mengatakan:

“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS. 13:11).

Karakter sebuah bangsa dapat dilihat dari karakter remaja. Karena remaja adalah generasi penerus bangsa yang diharapkan membawa perubahan terhadap karakter bangsa ke arah yang lebih baik.  Untuk membentuk karakter remaja tersebut diperlukan konsep diri.
Remaja yang memiliki konsep diri positif akan mampu menghadapi tuntutan dari dalam diri maupun dari luar dirinya. Sebaliknya remaja yang memiliki konsep diri negatif kurang mempunyai keyakinan diri, merasa kurang yakin dengan kepuasannya sendiri dan cenderung mengandalkan opini dari orang lain dalam memutuskan sesuatu. Al-Qur’an dan hadist sangat menentukan dalam membentuk konsep diri seseorang. Karena konsep diri berperan dalam menentukan keberhasilan dan kegagalan remaja serta sangat mempengaruhi kepribadiannya dalam masyarakat. Dalam kondisi seperti ini, remaja butuh suatu pegangan dalam dirinya yaitu suatu kejelasan konsep yang dapat dijadikan sarana untuk bertingkah laku dalam menghadapi segala masalah hidupnya dan menjadikan dirinya sebagai remaja yang berkarakter.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik mengangkat  judul “PERSPEKTIF AL-QUR’AN TENTANG KONSEP DIRI REMAJA TERKAIT PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA”.

B.  Rumusan Masalah
1.    Bagaimana konsep diri dalam perspektif Al quran?
2.    Bagaimana perspektif Al-Qur’an tentang konsep diri remaja terkait pembentukan  bangsa?

C.  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah:
1.    Untuk mengetahui konsep diri dalam perspektif Al-Qur’an.
2.    Untuk mengetahui perspektif Al-Qur’an tentang konsep diri remaja terkait pembentukan  bangsa.

D.  Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan karya ilmiah ini adalah:
1.    Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu - ilmu yang terkandung dalam Al-Qur’an, khususnya dalam hal bimbingan remaja yang berkonsep diri negatif.
2.    Dapat memberikan tambahan wawasan pengetahuan bagi para pendidik dan orang tua dalam pembentukan  remaja dalam upaya membentuk  bangsa yang baik.





BAB II
TELAAH PUSTAKA

A.   Definisi Konsep Diri
Secara umum konsep diri (self-concept) merupakan cara keseluruhan informasi yang kompleks, yang secara keseluruhan membentuk diri seseorang (Mokoginta, 200:536).
Menurut Carl Rogers diri atau konsep diri merupakan keseluruhan konseptual yang terorganisasi dan konsisten yang terdiri dari persepsi - persepsi tentang sifat - sifat diri subjek dan persepsi - persepsi tentang hubungan antara subjek dengan orang lain dan dengan berbagai aspek kehidupan beserta nilai - nilai yang melekat pada persepsi - persepsi ini (Hall, 1993:134).
Hurlock menerangkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan konsep diri.  Faktor-faktor tersebut antara lain:
1.    Usia Kematangan
2.    Penampilan Diri
3.    Kepatutan Seks
4.    Nama dan Julukan
5.    Hubungan Keluarga
6.    Teman Sebaya
7.    Kreativitas
8.    Cita- Cita (Hurlock, 1999:235)

B.  Macam-Macam Konsep Diri
Setiap individu pasti memiliki konsep diri. Dalam kenyataannya tidak ada individu yang sepenuhnya memiliki konsep diri yang positif atau sepenuhnya negatif. Walaupun demikian konsep diri dapat digolongkan menjadi dua, yakni:
1. Konsep Diri Positif
Menurut William D. Brooks dan Philip Emmert individu yang memiliki konsep diri positif ditandai dengan lima hal, yaitu :
a.       Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah
b.      Ia merasa setara dengan orang lain
c.       Ia menerima pujian tanpa rasa malu
d.      Ia menyadari, bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak sepenuhnya disetujui masyarakat
e.       Ia mampu memperbaiki dirinya sendiri (Rakhmat, 2005:105)

2. Konsep Diri Negatif
Menurut William D. Brooks dan Philip Emmert ada lima tanda individu yang memiliki konsep diri negatif, yaitu :
a.       Ia peka pada kritik. Orang ini sangat tidak tahan kritik yang  diterimanya, mudah marah dan naik pitam
b.      Responsif sekali terhadap pujian, ia tidak dapat menyembunyikan  antusiasmenya pada waktu menerima pujian
c.       Memiliki sikap hiperkritis terhadap orang lain. Ia selalu mengeluh, mencela atau meremehkan apapun dan siapapun
d.      Cenderung merasa tidak disenangi orang lain. (Rakhmat, 2005:105).

C.  Konsep Diri dalam Perspektif Al-Qur’an
Al-Qur'an telah mendorong kepada manusia untuk memperhatikan dirinya sendiri, keistimewaannya dari makhluk lain dan proses penciptaan dirinya. Ayat - ayat di bawah ini dapat dijadikan sebagai renungan tentang siapa diri manusia.
Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang - orang yang yakin, (20) dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan? (QS. Adz-Dzariyat:20-21)
Ibnu Katsir menafsirkan bahwa yang dimaksud ayat ini adalah bahwa di dunia ini telah terdapat tanda - tanda yang semuanya itu menunjukkan keagungan Sang Maha Pencipta dan kekuasaannya yang sangat luas, seperti bermacam-macam tumbuh - tumbuhan, hewan - hewan, gunung - gunung, gurun - gurun, dan sungai - sungai, dan perbedaan bahasa dan ras atau warna kulit pada manusia dan apa - apa yang terdapat dalam diri manusia yaitu akal, pemahaman, harkat, dan kebahagiaan (Katsir, Jilid IV:281-282).
Adanya perbedaan dalam diri manusia inilah seharusnya membuat setiap manusia harus memperhatikan dirinya sendiri baik itu dari segi fisik maupun psikologis. Karena perbedaan dalam diri manusia tersebut sangat penting kiranya manusia untuk memiliki konsep diri yang jelas. Dengan mengetahui konsep diri yang jelas setiap individu akan mengetahui secara fokus apa yang dapat mereka kontribusikan, baik dalam hubungan sesama manusia yang mencakup karakter, maupun hubungan dengan sang Kholik.
Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan.  (QS. Ar-Rum:8).
Ayat di atas memiliki makna bahwa Allah menciptakan seluruh ciptaaanya dengan tujuan yang benar dan waktu yang telah ditentukan yang menurut Ibnu Katsir adalah hari kiamat (Katsir, Jilid III:517-518). Berdasarkan ini, manusia seharusnya memikirkan dan merenungkan penciptaan diri mereka sendiri. Sehingga dapat mengetahui siapa dirinya dan apa yang harus ia perbuat semasa hidupnya karena seluruh hidup akan kembali kepada Sang Pencipta.

D.  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep diri dalam Al-Qur’an
1.    Berpikir Positif
“Janganlah kamu sedih oleh perkataan mereka. Sesungguhnya kekuasaan itu seluruhnya adalah kepunyaan Allah. Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Yunus: 65)
Allah menegaskan kepada Rasulullah SAW agar tidak bersedih hati mendengar perkataan orang-orang musyrikin dan mohon pertolongan dan tawakallah hanya kepada Allah semata karena seluruh kekuasaan adalah milik Allah (Katsir, Jilid II: 516). Kritik yang dilontarkan seseorang terhadap orang lain atau diri sendiri bisa saja sebagai keuntungan jika diperhatikan dengan objektif, dengan menerimanya apabila jika kritik itu sesuai dengan masalah yang sedang dihadapi atau diabaikan karena tidak sesuai dengan keinginan tanpa harus merasa lemah atas ketidakmampuan diri, yang diperlukan adalah bagaimana seseorang dapat memfokuskan pada tindakannya yang positif, sesuai dengan tuntunan Al Qur'an dan Sunnah yang menjadi dasar keyakinannya.  Ayat di atas merupakan anjuran untuk yakin dengan diri sendiri dan berpikir positif tanpa menghiraukan perkataan orang lain dan sikap orang lain terhadap dirinya. Kehidupan akan bisa dibina dengan baik melalui cara berpikir yang benar, keyakinan yang teguh, dan tindakan yang tepat.

2.    Keyakinan dan Tindakan
Jika iman dan amal bergabung dengan ketakwaan maka pengetahuan pun akan diperoleh. Pengetahuan yang mengantar manusia dekat kepada Allah bukan hanya pengetahuan teoritis. Kebahagiaan dicapai hanya manakala pengetahuan dan amal berpadu (Amstrong, 1996:28). Ayat al-Qur'an yang mengaitkan antara iman dan amal sangat banyak, yang berarti tidak cukup hanya keimanan atau keyakinan tanpa adanya tindakan yang membuktikan bahwa ia benar-benar beriman.
“Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberi kabar gembira dan memberi peringatan. Barangsiapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (QS.Al- An'am: 48).
Ayat di atas dapat dipahamai bahwa dengan adanya iman dan amalakan menimbulkan ketenangan. Banyak manusia yang memiliki gagasan dankeyakinanuntuk menggapai kesuksesan yang diimpikan akan tetapi kebanyakan mereka mengubur gagasan dan keyakinan itu dengan menunda karena kemalasan atau ketakutan untuk melaksanakannya.

3.    Berserah Diri (Tawakal)
Menurut Yusuf Qardhawi, menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah. Orang yang tawakal akan merasakan ketenangan dan ketentraman. Ia senantiasa merasa mantap dan optimis dalam bertindak. Di samping itu juga akan mendapatkan kekuatan spiritual, serta keperkasaan luar biasa, yang dapat mengalahkan segala kekuatan yang material (Muhammad, 2002:45- 46). Perumpamaan tentang orang yang tawakal digambarkan oleh Buya Hamka bahwa bukanlah orang yang tawakal itu orang yang tidur dibawah pohon yang lebat buahnya seumpama buah durian. Karena kalau buah itu jatuh digoyang angin, dan orang yang tidur tersebut ditimpanya, itu adalah kesia-sian belaka (Hamka, 1990:185).
“Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu adalah dari syaitan, supaya orang-orang yang beriman itu berduka cita, sedang pembicaraan itu tiadalah memberi mudharat sedikitpun kepada mereka, kecuali dengan izin Allah dan kepada Allah-lah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakka”.(QS. Al Mujadalah: 10).
Berserah diri hendaknya hanya kepada Allah. Dalam ayat ini ditegaskan tentang larangan berbisik-bisik dihadapan orang lain karena akan menimbulkan kesedihan bagi orang mukmin yang lain. Orang-orang yang beriman adalah orang yang bertawakal kepada Allah, dan meminta semua urusannya melalui pertolongan Allah, mohon perlindungan dari syetan dan kejahatan.

4.        Bersyukur
Setelah bertawakal kepada Allah dalam arti menyerahkan sepenuhnya kepada Allah dengan usaha yang maksimal. Untuk membentuk konsep diri positif perlu adanya rasa syukur untuk menimbulkan sikap positif dan perasaan menerima apa yang telah didapatkan dari tindakan yang dikerjakan kepada Allah SWT atas segala limpahan nikmat yang ia berikan.
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu mema`lumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni`mat) kepadamu.” (QS.Ibrahim: 7)
Para ahlul jannah nantinya akan mengucapkan syukur kepada Allah yang telah menghilangkan kesedihan mereka dan mereka mengakui akan ke Maha Pengampunan dan Maha mensyukuri Allah. Jika umat Islam ingin menjadi ahlul jannah tentunya saat ini umat Islam harus mensyukuri segala nikmat yang telah dikaruniakan Allah kepada mereka.




5.      Evaluasi Diri (Muhasabah)
Evaluasi Diri adalah salah satu ajaran yang dianjurkan Islam kepada umatnya dalam setiap hari untuk selalu mengevaluasi diri agar hari esok lebih baik dari hari ini.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS.Al-Hasyr:18).
Dengan Muhasabah seseorang akan dapat lebih memahami kondisi dirinya. Jika anda mati minggu depan, apa yang ingin anda bisa katakan mengenai hal-hal yang telah anda capai atau sumbangkan pada kehidupan? Jika anda diberi waktu setahun lagi, apa yang akan anda lakukan dengan waktu tersebut (Zohar, 2002:232).

E.   Karakter  Remaja
Pengertian Karakter
          Istilah  secara harfiah berasal dari bahasa Latin “charakter”, yang antara lain berarti: watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian atau akhlak (Oxford). Sedangkan secara istilah,  diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya dimana manusia mempunyai banyak sifat yang tergantung dari faktor kehidupannya sendiri.  juga merupakan  sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang.
  dapat juga diartikan sama dengan akhlak dan budi pekerti, sehingga  bangsa identik dengan akhlak bangsa atau budi pekerti bangsa dan sangat dipengaruhi kultur dasar bangsa tersebut.Bangsa yang ber adalah bangsa yang berakhlak dan berbudi pekerti, sebaliknya bangsa yang tidak ber adalah bangsa yang tidak atau kurang berakhlak atau tidak memiliki standar norma dan perilaku yang baik.

Pengertian Remaja
Dalam kamus psikologi, remaja diartikan sebagai periode antara pubertas dan kedewasaan, usia yang diperkirakan antara 12 tahun sampai 21 tahun bagi anak perempuan dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi anak lakilaki (Chaplin, 2006:12).
Masa remaja merupakan usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada pada tingkatan yang sama. Pada masa ini juga terjadi transformasi intelektual yang memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa (Hurlock, 1999:206).
Gunarsa (1989) merangkum beberapa istik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu:
  1. Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.
  2. Ketidakstabilan emosi.
  3. Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.
  4. Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.
  5. Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang dengan orang tua.
  6. Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya.
  7. Senang bereksperimentasi.
  8. Senang bereksplorasi.
  9. Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.
  10. Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.
F.     Penelitian Sebelumnya
Penelitian Ririen Agustin tentang pembinaan karakter di Panti Pamardi Putra  Andiri Sendangguo Kecamatan Tembalang Kota Semarang terdapat faktor  enghambat dalam pembinaan karakter remaja, yakni pembina merasa kesulitan  dalam proses pembinaan khususnya membina anak jalanan, karena latar belakang anak jalanan yang terbiasa hidup di jalan tanpa ada aturan (Agustin, 2005:78).  ari pernyataan Ririen Agustin di atas menjelaskan bahwa penentu pertama pembinaan karakter adalah latar belakang orang yang dibina itu sendiri. Sedangkan latar belakang individu sangat terkait dengan konsep diri. Adapun persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah tema bahasannya sama yaitu meneliti tentang konsep diri dalam pembentukan karakter bangsa.

























BAB III
METODE PENULISAN
Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis menggunakan kajian pustaka dengan pendekatan kualitatif dan menampilkan argumentasi penalaran keilmuan. Langkah-langkah dalam penyusunan karya ilmiah ini sebagai berikut :
A.      Pengumpulan Data/Sumber Data
Sumber data dalam kajian ini memakai data sekunder, yakni:
Data sekunder disini adalah sejumlah data yang berasal dari buku, buletin, jurnal atau artikel penunjang, sebagai pelengkap dalam membahas masalah yang sedang dikaji.
B.       Metode Pengolahan Data
Metode yang digunakan dalam pengolahan data adalah pendekatan tafsir maudlu’i (metode tematik). Metode tematik berasal dari disiplin ilmu tafsir, kerja operasionalnya adalah dengan membahas ayat-ayat suci al-Qur'an sesuai dengan tema. Semua ayat yang berkaitan dihimpun kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait dengannya. Aspek-aspek ini dijelaskan dengan rinci dan tuntas serta didukung oleh dalil-dalil atau fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, baik argumen itu berasal dari Al-Qur'an, hadits maupun pemikiran rasional (Baidan, 1998: 151).













BAB IV
PEMBAHASAN
A.      Pembahasan
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa konsep diri adalah gambaran seseorang tentang dirinya sendiri secara keseluruhan, yang merupakan hasil pengenalan diri yang diperoleh melalui serangkaian proses pemikiran, perasaan, persepsi, dan evaluasi tentang dirinya sendiri. Konsep diri perspektif Al-Qur’an terdiri dari pola pikir, keyakinan dan tindakan, tawakkal, syukur dan evaluasi diri. Ayat 20-21 surat Adz-Dzariyat dan ayat 8 surat Ar-Rum merupakan suatu anjuran untuk memiliki konsep diri yang jelas berkenaan dengan pengetahuan tentang dirinya. Bagaimana hakikat diri menurut dirinya sendiri (aku diri), peran dan tuntutan yang ada dalam masyarakat kepada dirinya (aku sosial). Dan bagaimana seharusnya aku muncul sesuai dalam keidealannya (aku ideal). Dengan demikian menjadi penting untuk mengetahui konsep diri yang jelas agar dapat mengetahui secara terfokus sejauh mana seseorang memiliki arah dan tujuan. Menurut penulis, konsep diri merupakan komponen dasar yang harus dimiliki oleh setiap manusia khususnya remaja umat Islam dalam mengarungi kehidupannya di dunia ini, karena konsep diri merupakan landasan bagi remaja untuk berperilaku.
Penerapan Konsep Diri Perspektif Al-Quran harus sudah dimiliki sejak masa remaja. Hal ini dikarenakan di satu sisi remaja dituntut dalam pencapaian karakter guna persiapan pada masa dewasa untuk membentuk karakter bangsa. Jika Konsep diri remaja positif akan membawa kepribadian yang baik, penerimaan diri sebagai seseorang yang sama berharganya dengan orang lain, memberi kepuasan dalam kehidupannya dengan dunia sekitarnya. Sedangkan Konsep diri remaja negatif dalam perspektif individu akan melahirkan orang yang berkarakter buruk, yaitu orang yang puncak keburukannya meliputi syirk, nafs lawwamah dan ’amal al sayyiât (destruktif). Aktualisasi orang yang bermental thâghût ini dalam hidup dan bekerja akan melahirkan perilaku tercela, yaitu orang yang memiliki personality tidak bagus (hipokrit, penghianat dan pengecut) dan orang yang tidak mampu mendayagunakan kompetensi yang dimilikinya.
Seperti yang terlihat pada kasus-kasus yang terjadi di Indonesia antara lain, Jumlah pengguna narkoba di usia remaja atau produktif termasuk SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi di Jakarta mencapai 45 persen.  Hal ini dikemukakan oleh Direktur Narkoba Polda Metro Jaya, Kombes Anjan Pramuka Putra. Menurutnya dari data yang ada pada tahun 2010,. “Jumlah ini cukup mengkhawatirkan, untuk itu perlu adanya sebuah penyuluhan, pencegahan, serta dampak dari narkoba yang dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan,” (www.korananakindonesia.wordpress.com). Kemudian Separuh remaja lajang perempuan di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi, disebut tidak perawan karena melakukan hubungan seks pra nikah. Tidak sedikit yang hamil di luar nikah.(www.kompas.com), serta Jumlah pengangguran di Indonesia pada Februari tahun 2011 mencapai 6,8 % dari  Jumlah Angkatan Kerja di Indonesia sebesar 119,4 juta orang (www.bps.go.id).
Kasus-kasus juga terjadi pada  anggota dewan, pegawai negeri, polisi dan bahkan TNI dari tingkat rendah sampai pejabat tinggi untuk berebut menjadi pejabat   harus membayar dengan sejumlah uang. Setelah tercapai apa yang diinginkan, maka dengan berbagai cara dilakukan agar uang yang telah dikeluarkan segera kembali, dan menggunakan fasilitas negara, wewenang dan hak-hak istimewanya (privilege) untuk memperkaya diri, memperkuat posisi dan menciptakan hegemoni. Mereka bukan sebagai abdi negara melainkan penghianat negara, bukan pejuang melainkan pecundang.
Disamping itu masih ada fenomena terkikisnya nasionalisme yang lain yaitu munculnya sparatisme, terorisme, dan berkembangnya ideologi trans-nasional yang mengingkari paham kebangsaan, cinta tanah air dan negara.
Jika kita mengaitkan pendapat William D. Brooks tentang ciri-ciri konsep diri, ayat-ayat Al-Qur’an tentang konsep diri, maka dapat disimpulkan bahwa konsep diri perspektif Al-Qur’an merupakan dasar bagi terbentuknya karakter remaja yang selanjutnya membentuk karakter bangsa.

Menurut penulis, faktor yang paling mendominasi pembentukan karakter remaja adalah konsep diri. Oleh karena itu dalam pembentukkan atau pembinaan karakter remaja hendaknya pihak-pihak terkait memperhatikan konsep diri remaja terlebih dahulu. Setelah konsep diri remaja sudah terfokus pada konsep diri yang positif, menurut asumsi penulis pembentukkan karakter remaja akan berjalan dengan mudah.


























PENUTUP
A.  Kesimpulan
Al-Qur’an memandang bahwa konsep diri terdiri dari pola pikir keyakinan dan tindakan, tawakkal, syukur dan evaluasi diri. Konsep diri adalah segala hal yang berkenaan dengan pengetahuan tentang dirinya. Bagaimana hakikat diri menurut dirinya sendiri (aku diri), peran dan tuntutan yang ada dalam masyarakat kepada dirinya (aku sosial). Dan bagaimana seharusnya aku muncul sesuai dalam keidealannya (aku ideal).
Jika kita mengaitkan pendapat William D. Brooks tentang ciri-ciri konsep
diri, ayat-ayat Al-Qur’an tentang konsep diri dan pendapat Bambang Daroeso tentang aspek pendorong pembentukan moral, maka dapat disimpulkan bahwa konsep diri perspektif Al-Qur’an merupakan dasar bagi terbentuknya moral remaja.
B.  Saran
Bagi Remaja
Dengan adanya konsep diri yang sedang ataupun rendah diharapkan para remaja untuk lebih meningkatkan konsep dirinya agar tercapailah remaja yang bermoral. Remaja diharapkan selalu berfikir positif, menerima segala kekurangannya.
Orang Tua
Orang tua diharapkan dapat ikut lebih meningkatkan pengawasan terhadap anaknya supaya konsep diri remaja menjadi lebih baik dan menjadi anak yang bermoral.
Masyarakat
Masyarakat agar senantiasa menciptakan dan mempertahankan suasana lingkungan yang sehat, harmonis dan mendukung pembentukan konsep diri yang positif. Dan memberikan aturan yang jelas sebagai norma dan nilai-nilai yang harus dipatuhi, senantiasa menampakkan suasana kehidupan yang religius.




DAFTAR PUSTAKA
Agustiani, Hendriati. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung; PT. Refika Aditama.
Agustiningsih, Ririen. 2005. Pembinaan Moral Anak Di Panti Pamardi Putra Mandiri Sendangguo Kecamatantembalang Kota Semarang. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Amstrong, Amatullah. 1996. Khazanah Istilah Sufi, Kunci Memasuki Dunia Tasawuf ; Bandung. Mizan.
Baidan, Nashruddin. 1998. Metodologi Penafsiran Al-Qur’an. Yogyakarta; Pustaka Pelajar.
Chaplin, J. P. 2006. Kamus Lengkap Psikologi. Kartini kartono, Penerjemah. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Terjemahan dari: Dictionary of Psychology. Depag RI. 1989. Al-Qur'an dan Terjemahnya. Toha Putra. Semarang.
Hall, Callvin S. 1993. Psikologi Kepribadian 2 “Teori-Teori Holistik (Organismik-Fenomenologis)”. A. Supratiknya, Penerjemah. Yogyakarta: Kanisius. Terjemahan dari: Theories of Personality.
Hamka. 1990. Tasawuf Modern. Jakarta; Pustaka Panjimas.
Hariyadi, Sugeng. 2003. Psikologi Perkembangan. Semarang; UNNES Press.
Hurlock, Elizabeth B. 1999. Psikologi Perkembangan ”Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Istiwidayanti dan Soedjarwo, Penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Development Psychology “A Life-Span Approach.
Katsir, Ibnu. tt. Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim. Beirut; Dar El-Fikr.
Mokoginta, Urip. 2001. Pengembangan Kualitas SDM Dari Perspektif PIO. Depok; Bagian PIO Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Monks, F. J., A. M. P. Knoers, dan Siti Rahayu Haditono. 2002. Psikologi Perkembangan “Pengantar dalam berbagai Bagiannya”. Yogyakarta; Gadjah Mada University Press.
Muhammad, Hasyim. 2002. Dialog Antara Tasawuf dan Psikologi ”Telaah atas Pemikiran Psikologi Humanistik Abraham Maslow”. Yogyakarta; Pustaka Pelajar.
Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 1997. Kamus Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.
Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung; PT Remaja Rosdakarya.
Santrock, John W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Shinto B. Adelar, Penerjemah. Jakarta:Erlangga. Terjemahan dari: Adolescence.
Sutriano, Hadi. 1984. Metodologi Research. Yogyakarta; Fak. Psiko UGM.



Lampiran 1
No. Ayat Surat Kandungan
No
Ayat
Surat
Kandungan
01
20-21
      Adz-Dzariyat
Konsep Diri
02
8
Ar-Rum
Konsep Diri
03
65
Yunus
Berpikir
04
48
Al-An’am
Keyakinan dan Tindakan
05
10
Al-Mujadilah
Berserah Diri (Tawakal)
06
7
Ibrahim
Bersyukur
07
18
Al-Hasyr
Evaluasi diri (muhasabah)























Tidak ada komentar:

Posting Komentar