BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia
memiliki modal atau kekuatan yang memadai untuk menjadi bangsa besar dan negara
yang kuat. Modal itu antara lain luas wilayah, jumlah penduduk, kekayaan alam,
kekayaan budaya, kesatuan bahasa, ketaatan pada ajaran agama, dan sistem
pemerintahan republik yang demokratis. Akan tetapi modal yang besar itu seakan
tidak banyak berarti apabila karakter bangsa ini belum terbangun atau belum
berubah ke arah yang lebih baik. Karakter bangsa Indonesia yang kurang kondusif
atau menjadi penghambat kejayaan bangsa Indonesia menjadi bangsa maju antara
lain malas, tidak disiplin, suka melanggar aturan, suka menerabas,
korupsi, kolusi dan nepotisme.
Selama
karakter sebuah bangsa tersebut tidak berubah, maka bangsa tersebut juga tidak
akan mengalami perubahan dan akan tertinggal dengan bangsa-bangsa lain,
meskipun bangsa tersebut sesungguhnya memiliki potensi dan modal yang besar.
Allah dalam hal ini secara tegas mengatakan:
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah
keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri” (QS. 13:11).
Karakter
sebuah bangsa dapat dilihat dari karakter remaja. Karena remaja adalah generasi
penerus bangsa yang diharapkan membawa perubahan terhadap karakter bangsa ke
arah yang lebih baik. Untuk membentuk
karakter remaja tersebut diperlukan konsep diri.
Remaja yang memiliki konsep diri positif akan mampu menghadapi tuntutan
dari dalam diri maupun dari luar dirinya. Sebaliknya remaja yang memiliki
konsep diri negatif kurang mempunyai keyakinan diri, merasa kurang yakin dengan
kepuasannya sendiri dan cenderung mengandalkan opini dari orang lain dalam
memutuskan sesuatu. Al-Qur’an dan hadist sangat menentukan dalam membentuk
konsep diri seseorang. Karena konsep diri berperan dalam menentukan
keberhasilan dan kegagalan remaja serta sangat mempengaruhi kepribadiannya
dalam masyarakat. Dalam kondisi seperti ini, remaja butuh suatu pegangan dalam
dirinya yaitu suatu kejelasan konsep yang dapat dijadikan sarana untuk bertingkah
laku dalam menghadapi segala masalah hidupnya dan menjadikan dirinya sebagai remaja
yang berkarakter.
Berdasarkan
latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik mengangkat judul “PERSPEKTIF AL-QUR’AN TENTANG KONSEP
DIRI REMAJA TERKAIT PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep diri dalam perspektif Al quran?
2. Bagaimana perspektif Al-Qur’an tentang konsep diri remaja terkait pembentukan
bangsa?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan karya ilmiah ini
adalah:
1. Untuk mengetahui konsep diri dalam perspektif Al-Qur’an.
2. Untuk mengetahui perspektif Al-Qur’an tentang konsep diri remaja terkait
pembentukan bangsa.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan karya ilmiah
ini adalah:
1. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan
ilmu - ilmu yang terkandung dalam Al-Qur’an, khususnya dalam hal bimbingan
remaja yang berkonsep diri negatif.
2. Dapat memberikan tambahan wawasan pengetahuan bagi para pendidik
dan orang tua dalam pembentukan remaja
dalam upaya membentuk bangsa yang baik.
BAB II
TELAAH PUSTAKA
A. Definisi Konsep Diri
Secara umum konsep diri (self-concept)
merupakan cara keseluruhan informasi yang kompleks, yang secara keseluruhan
membentuk diri seseorang (Mokoginta, 200:536).
Menurut Carl Rogers diri atau konsep diri merupakan keseluruhan konseptual yang
terorganisasi dan konsisten yang terdiri dari persepsi - persepsi tentang sifat
- sifat diri subjek dan persepsi - persepsi tentang hubungan antara subjek
dengan orang lain dan dengan berbagai aspek kehidupan beserta nilai - nilai yang
melekat pada persepsi - persepsi ini (Hall, 1993:134).
Hurlock menerangkan bahwa ada beberapa
faktor yang mempengaruhi pembentukan konsep diri. Faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Usia Kematangan
2. Penampilan Diri
3. Kepatutan Seks
4. Nama dan Julukan
5. Hubungan Keluarga
6. Teman Sebaya
7. Kreativitas
8. Cita- Cita (Hurlock, 1999:235)
B. Macam-Macam Konsep Diri
Setiap individu pasti memiliki konsep
diri. Dalam kenyataannya tidak ada individu yang sepenuhnya memiliki konsep
diri yang positif atau sepenuhnya negatif. Walaupun demikian konsep diri dapat
digolongkan menjadi dua, yakni:
1. Konsep Diri Positif
Menurut William D. Brooks dan Philip
Emmert individu yang memiliki konsep diri positif ditandai dengan lima hal,
yaitu :
a.
Ia yakin akan kemampuannya
mengatasi masalah
b.
Ia merasa setara dengan
orang lain
c.
Ia menerima pujian tanpa
rasa malu
d.
Ia menyadari, bahwa setiap
orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak sepenuhnya
disetujui masyarakat
e.
Ia mampu memperbaiki dirinya
sendiri (Rakhmat, 2005:105)
2. Konsep Diri Negatif
Menurut William D. Brooks dan Philip
Emmert ada lima tanda individu yang memiliki konsep diri negatif, yaitu :
a.
Ia peka pada kritik. Orang
ini sangat tidak tahan kritik yang diterimanya,
mudah marah dan naik pitam
b.
Responsif sekali terhadap
pujian, ia tidak dapat menyembunyikan antusiasmenya
pada waktu menerima pujian
c.
Memiliki sikap hiperkritis
terhadap orang lain. Ia selalu mengeluh, mencela atau meremehkan apapun dan
siapapun
d.
Cenderung merasa tidak
disenangi orang lain. (Rakhmat, 2005:105).
C. Konsep Diri dalam Perspektif Al-Qur’an
Al-Qur'an telah mendorong kepada manusia untuk memperhatikan
dirinya sendiri, keistimewaannya dari makhluk lain dan proses penciptaan
dirinya. Ayat - ayat di bawah ini dapat dijadikan sebagai renungan tentang
siapa diri manusia.
Dan di bumi
itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang - orang yang yakin, (20)
dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan? (QS. Adz-Dzariyat:20-21)
Ibnu Katsir menafsirkan bahwa yang dimaksud ayat ini adalah bahwa
di dunia ini telah terdapat tanda - tanda yang semuanya itu menunjukkan
keagungan Sang Maha Pencipta dan kekuasaannya yang sangat luas, seperti
bermacam-macam tumbuh - tumbuhan, hewan - hewan, gunung - gunung, gurun - gurun,
dan sungai - sungai, dan perbedaan bahasa dan ras atau warna kulit pada manusia
dan apa - apa yang terdapat dalam diri manusia yaitu akal, pemahaman, harkat,
dan kebahagiaan (Katsir, Jilid IV:281-282).
Adanya perbedaan dalam diri manusia inilah seharusnya membuat
setiap manusia harus memperhatikan dirinya sendiri baik itu dari segi fisik
maupun psikologis. Karena perbedaan dalam diri manusia tersebut sangat penting
kiranya manusia untuk memiliki konsep diri yang jelas. Dengan mengetahui konsep
diri yang jelas setiap individu akan mengetahui secara fokus apa yang dapat
mereka kontribusikan, baik dalam hubungan sesama manusia yang mencakup karakter,
maupun hubungan dengan sang Kholik.
Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka?
Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya
melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. (QS. Ar-Rum:8).
Ayat di atas memiliki makna bahwa Allah menciptakan seluruh ciptaaanya
dengan tujuan yang benar dan waktu yang telah ditentukan yang menurut Ibnu Katsir
adalah hari kiamat (Katsir, Jilid III:517-518). Berdasarkan ini, manusia
seharusnya memikirkan dan merenungkan penciptaan diri mereka sendiri. Sehingga
dapat mengetahui siapa dirinya dan apa yang harus ia perbuat semasa hidupnya
karena seluruh hidup akan kembali kepada Sang Pencipta.
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep diri dalam Al-Qur’an
1. Berpikir Positif
“Janganlah kamu sedih oleh perkataan mereka. Sesungguhnya kekuasaan
itu seluruhnya adalah kepunyaan Allah. Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui”. (QS. Yunus: 65)
Allah menegaskan kepada Rasulullah SAW agar tidak bersedih hati mendengar
perkataan orang-orang musyrikin dan mohon pertolongan dan tawakallah hanya
kepada Allah semata karena seluruh kekuasaan adalah milik Allah (Katsir, Jilid
II: 516). Kritik yang dilontarkan seseorang terhadap orang lain atau diri
sendiri bisa saja sebagai keuntungan jika diperhatikan dengan objektif, dengan
menerimanya apabila jika kritik itu sesuai dengan masalah yang sedang dihadapi
atau diabaikan karena tidak sesuai dengan keinginan tanpa harus merasa lemah
atas ketidakmampuan diri, yang diperlukan adalah bagaimana seseorang dapat
memfokuskan pada tindakannya yang positif, sesuai dengan tuntunan Al Qur'an dan
Sunnah yang menjadi dasar keyakinannya. Ayat
di atas merupakan anjuran untuk yakin dengan diri sendiri dan berpikir positif
tanpa menghiraukan perkataan orang lain dan sikap orang lain terhadap dirinya.
Kehidupan akan bisa dibina dengan baik melalui cara berpikir yang benar,
keyakinan yang teguh, dan tindakan yang tepat.
2. Keyakinan dan Tindakan
Jika iman dan amal bergabung dengan ketakwaan maka pengetahuan pun
akan diperoleh. Pengetahuan yang mengantar manusia dekat kepada Allah bukan hanya
pengetahuan teoritis. Kebahagiaan dicapai hanya manakala pengetahuan dan amal
berpadu (Amstrong, 1996:28). Ayat al-Qur'an yang mengaitkan antara iman dan
amal sangat banyak, yang berarti tidak cukup hanya keimanan atau keyakinan
tanpa adanya tindakan yang membuktikan bahwa ia benar-benar beriman.
“Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberi
kabar gembira dan memberi peringatan. Barangsiapa yang beriman dan mengadakan
perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati”. (QS.Al- An'am: 48).
Ayat di atas dapat dipahamai bahwa dengan adanya iman dan amalakan
menimbulkan ketenangan. Banyak manusia yang memiliki gagasan dankeyakinanuntuk
menggapai kesuksesan yang diimpikan akan tetapi kebanyakan mereka mengubur
gagasan dan keyakinan itu dengan menunda karena kemalasan atau ketakutan untuk
melaksanakannya.
3. Berserah Diri (Tawakal)
Menurut Yusuf Qardhawi, menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah.
Orang yang tawakal akan merasakan ketenangan dan ketentraman. Ia senantiasa
merasa mantap dan optimis dalam bertindak. Di samping itu juga akan mendapatkan
kekuatan spiritual, serta keperkasaan luar biasa, yang dapat mengalahkan segala
kekuatan yang material (Muhammad, 2002:45- 46). Perumpamaan tentang orang yang
tawakal digambarkan oleh Buya Hamka bahwa bukanlah orang yang tawakal itu orang
yang tidur dibawah pohon yang lebat buahnya seumpama buah durian. Karena kalau
buah itu jatuh digoyang angin, dan orang yang tidur tersebut ditimpanya, itu
adalah kesia-sian belaka (Hamka, 1990:185).
“Sesungguhnya pembicaraan
rahasia itu adalah dari syaitan, supaya orang-orang yang beriman itu berduka
cita, sedang pembicaraan itu tiadalah memberi mudharat sedikitpun kepada
mereka, kecuali dengan izin Allah dan kepada Allah-lah hendaknya orang-orang yang
beriman bertawakka”.(QS. Al Mujadalah: 10).
Berserah diri hendaknya hanya kepada
Allah. Dalam ayat ini ditegaskan tentang larangan berbisik-bisik dihadapan
orang lain karena akan menimbulkan kesedihan bagi orang mukmin yang lain.
Orang-orang yang beriman adalah orang yang bertawakal kepada Allah, dan meminta
semua urusannya melalui pertolongan Allah, mohon perlindungan dari syetan dan
kejahatan.
4.
Bersyukur
Setelah bertawakal kepada Allah dalam
arti menyerahkan sepenuhnya kepada Allah dengan usaha yang maksimal. Untuk
membentuk konsep diri positif perlu adanya rasa syukur untuk menimbulkan sikap positif
dan perasaan menerima apa yang telah didapatkan dari tindakan yang dikerjakan
kepada Allah SWT atas segala limpahan nikmat yang ia berikan.
“Dan (ingatlah juga),
tatkala Tuhanmu mema`lumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami
akan menambah (ni`mat) kepadamu.” (QS.Ibrahim:
7)
Para ahlul jannah nantinya akan
mengucapkan syukur kepada Allah yang telah menghilangkan kesedihan mereka dan
mereka mengakui akan ke Maha Pengampunan dan Maha mensyukuri Allah. Jika umat
Islam ingin menjadi ahlul jannah tentunya saat ini umat Islam harus
mensyukuri segala nikmat yang telah dikaruniakan Allah kepada mereka.
5.
Evaluasi Diri (Muhasabah)
Evaluasi Diri adalah salah satu ajaran
yang dianjurkan Islam kepada umatnya dalam setiap hari untuk selalu
mengevaluasi diri agar hari esok lebih baik dari hari ini.
“Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa
yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS.Al-Hasyr:18).
Dengan Muhasabah seseorang akan dapat
lebih memahami kondisi dirinya. Jika anda mati minggu depan, apa yang ingin
anda bisa katakan mengenai hal-hal yang telah anda capai atau sumbangkan pada
kehidupan? Jika anda diberi waktu setahun lagi, apa yang akan anda lakukan
dengan waktu tersebut (Zohar, 2002:232).
E. Karakter Remaja
Pengertian Karakter
Istilah secara harfiah berasal dari bahasa Latin
“charakter”, yang antara lain berarti: watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan,
budi pekerti, kepribadian atau akhlak (Oxford). Sedangkan secara istilah, diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya
dimana manusia mempunyai banyak sifat yang tergantung dari faktor kehidupannya
sendiri. juga merupakan sifat
kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau
sekelompok orang.
dapat juga diartikan sama dengan akhlak dan
budi pekerti, sehingga bangsa identik
dengan akhlak bangsa atau budi pekerti bangsa dan sangat dipengaruhi kultur dasar
bangsa tersebut.Bangsa yang ber adalah bangsa yang berakhlak dan berbudi
pekerti, sebaliknya bangsa yang tidak ber adalah bangsa yang tidak atau kurang
berakhlak atau tidak memiliki standar norma dan perilaku yang baik.
Pengertian
Remaja
Dalam kamus psikologi, remaja diartikan
sebagai periode antara pubertas dan kedewasaan, usia yang diperkirakan antara
12 tahun sampai 21 tahun bagi anak perempuan dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi
anak lakilaki (Chaplin, 2006:12).
Masa remaja merupakan usia dimana
individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi
merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada pada
tingkatan yang sama. Pada masa ini juga terjadi transformasi intelektual yang
memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa
(Hurlock, 1999:206).
Gunarsa
(1989) merangkum beberapa istik remaja yang dapat menimbulkan berbagai
permasalahan pada diri remaja, yaitu:
- Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.
- Ketidakstabilan emosi.
- Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.
- Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.
- Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang dengan orang tua.
- Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya.
- Senang bereksperimentasi.
- Senang bereksplorasi.
- Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.
- Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.
F. Penelitian Sebelumnya
Penelitian Ririen Agustin tentang pembinaan karakter di Panti
Pamardi Putra Andiri Sendangguo
Kecamatan Tembalang Kota Semarang terdapat faktor enghambat dalam pembinaan karakter remaja,
yakni pembina merasa kesulitan dalam
proses pembinaan khususnya membina anak jalanan, karena latar belakang anak
jalanan yang terbiasa hidup di jalan tanpa ada aturan (Agustin, 2005:78). ari pernyataan Ririen Agustin di atas menjelaskan
bahwa penentu pertama pembinaan karakter adalah latar belakang orang yang
dibina itu sendiri. Sedangkan latar belakang individu sangat terkait dengan
konsep diri. Adapun persamaan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya adalah tema bahasannya sama yaitu meneliti tentang konsep diri dalam
pembentukan karakter bangsa.
BAB III
METODE PENULISAN
Dalam penyusunan karya ilmiah ini
penulis menggunakan kajian pustaka dengan pendekatan kualitatif dan menampilkan
argumentasi penalaran keilmuan. Langkah-langkah dalam penyusunan karya ilmiah
ini sebagai berikut :
A.
Pengumpulan Data/Sumber
Data
Sumber data dalam kajian ini memakai
data sekunder, yakni:
Data sekunder disini adalah sejumlah
data yang berasal dari buku, buletin, jurnal atau artikel penunjang, sebagai
pelengkap dalam membahas masalah yang sedang dikaji.
B.
Metode Pengolahan Data
Metode yang digunakan dalam pengolahan
data adalah pendekatan tafsir maudlu’i (metode tematik). Metode tematik berasal
dari disiplin ilmu tafsir, kerja operasionalnya adalah dengan membahas
ayat-ayat suci al-Qur'an sesuai dengan tema. Semua ayat yang berkaitan dihimpun
kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait
dengannya. Aspek-aspek ini dijelaskan dengan rinci dan tuntas serta didukung
oleh dalil-dalil atau fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah, baik argumen itu berasal dari Al-Qur'an, hadits maupun pemikiran
rasional (Baidan, 1998: 151).
BAB IV
PEMBAHASAN
A.
Pembahasan
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan
bahwa konsep diri adalah gambaran seseorang tentang dirinya sendiri secara
keseluruhan, yang merupakan hasil pengenalan diri yang diperoleh melalui
serangkaian proses pemikiran, perasaan, persepsi, dan evaluasi tentang dirinya
sendiri. Konsep diri perspektif Al-Qur’an terdiri dari pola pikir, keyakinan
dan tindakan, tawakkal, syukur dan evaluasi diri. Ayat 20-21 surat Adz-Dzariyat
dan ayat 8 surat Ar-Rum merupakan suatu anjuran untuk memiliki konsep diri yang
jelas berkenaan dengan pengetahuan tentang dirinya. Bagaimana hakikat diri menurut
dirinya sendiri (aku diri), peran dan tuntutan yang ada dalam masyarakat kepada
dirinya (aku sosial). Dan bagaimana seharusnya aku muncul sesuai dalam keidealannya
(aku ideal). Dengan demikian menjadi penting untuk mengetahui konsep diri yang
jelas agar dapat mengetahui secara terfokus sejauh mana seseorang memiliki arah
dan tujuan. Menurut penulis, konsep diri merupakan komponen dasar yang harus
dimiliki oleh setiap manusia khususnya remaja umat Islam dalam mengarungi
kehidupannya di dunia ini, karena konsep diri merupakan landasan bagi remaja untuk
berperilaku.
Penerapan Konsep Diri Perspektif Al-Quran harus sudah
dimiliki sejak masa remaja. Hal ini dikarenakan di satu sisi remaja dituntut
dalam pencapaian karakter guna persiapan pada masa dewasa untuk membentuk
karakter bangsa. Jika Konsep diri remaja positif akan membawa kepribadian yang
baik, penerimaan diri sebagai seseorang yang sama berharganya dengan orang
lain, memberi kepuasan dalam kehidupannya dengan dunia sekitarnya. Sedangkan
Konsep diri remaja negatif dalam perspektif individu akan melahirkan
orang yang berkarakter buruk, yaitu orang yang puncak keburukannya meliputi syirk,
nafs lawwamah dan ’amal al sayyiât (destruktif).
Aktualisasi orang yang bermental thâghût ini dalam hidup dan bekerja
akan melahirkan perilaku tercela, yaitu orang yang memiliki personality
tidak bagus (hipokrit, penghianat dan pengecut) dan orang yang tidak mampu
mendayagunakan kompetensi yang dimilikinya.
Seperti
yang terlihat pada kasus-kasus yang terjadi di Indonesia antara lain, Jumlah
pengguna narkoba di usia remaja atau produktif termasuk SD, SMP, SMA, dan
Perguruan Tinggi di Jakarta mencapai 45 persen.
Hal ini dikemukakan oleh Direktur Narkoba Polda Metro Jaya, Kombes Anjan
Pramuka Putra. Menurutnya dari data yang ada pada tahun 2010,. “Jumlah ini
cukup mengkhawatirkan, untuk itu perlu adanya sebuah penyuluhan, pencegahan,
serta dampak dari narkoba yang dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan,” (www.korananakindonesia.wordpress.com).
Kemudian Separuh remaja lajang perempuan di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan
Bekasi, disebut tidak perawan karena melakukan hubungan seks pra nikah. Tidak
sedikit yang hamil di luar nikah.(www.kompas.com),
serta Jumlah pengangguran di Indonesia pada Februari
tahun 2011 mencapai 6,8 % dari Jumlah
Angkatan Kerja di Indonesia sebesar 119,4 juta orang (www.bps.go.id).
Kasus-kasus juga terjadi pada anggota dewan, pegawai negeri, polisi dan
bahkan TNI dari tingkat rendah sampai pejabat tinggi untuk berebut menjadi
pejabat harus membayar dengan
sejumlah uang. Setelah tercapai apa yang diinginkan, maka dengan berbagai cara
dilakukan agar uang yang telah dikeluarkan segera kembali, dan menggunakan
fasilitas negara, wewenang dan hak-hak istimewanya (privilege) untuk
memperkaya diri, memperkuat posisi dan menciptakan hegemoni. Mereka bukan
sebagai abdi negara melainkan penghianat negara, bukan pejuang melainkan
pecundang.
Disamping itu masih ada fenomena terkikisnya nasionalisme
yang lain yaitu munculnya sparatisme, terorisme, dan berkembangnya ideologi
trans-nasional yang mengingkari paham kebangsaan, cinta tanah air dan negara.
Jika kita mengaitkan pendapat William D.
Brooks tentang ciri-ciri konsep diri, ayat-ayat Al-Qur’an tentang konsep diri,
maka dapat disimpulkan bahwa konsep diri perspektif Al-Qur’an merupakan dasar
bagi terbentuknya karakter remaja yang selanjutnya membentuk karakter bangsa.
Menurut penulis, faktor
yang paling mendominasi pembentukan karakter remaja adalah konsep diri. Oleh
karena itu dalam pembentukkan atau pembinaan karakter remaja hendaknya
pihak-pihak terkait memperhatikan konsep diri remaja terlebih dahulu. Setelah
konsep diri remaja sudah terfokus pada konsep diri yang positif, menurut asumsi
penulis pembentukkan karakter remaja akan berjalan dengan mudah.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-Qur’an memandang bahwa konsep diri
terdiri dari pola pikir keyakinan dan tindakan, tawakkal, syukur dan evaluasi
diri. Konsep diri adalah segala hal yang berkenaan dengan pengetahuan tentang
dirinya. Bagaimana hakikat diri menurut dirinya sendiri (aku diri), peran dan
tuntutan yang ada dalam masyarakat kepada dirinya (aku sosial). Dan bagaimana
seharusnya aku muncul sesuai dalam keidealannya (aku ideal).
Jika kita mengaitkan pendapat William D.
Brooks tentang ciri-ciri konsep
diri, ayat-ayat Al-Qur’an tentang konsep diri dan pendapat Bambang
Daroeso tentang aspek pendorong pembentukan moral, maka dapat disimpulkan bahwa
konsep diri perspektif Al-Qur’an merupakan dasar bagi terbentuknya moral remaja.
B. Saran
Bagi Remaja
Dengan adanya konsep diri yang sedang
ataupun rendah diharapkan para remaja untuk lebih meningkatkan konsep dirinya
agar tercapailah remaja yang bermoral. Remaja diharapkan selalu berfikir
positif, menerima segala kekurangannya.
Orang Tua
Orang tua diharapkan dapat ikut lebih
meningkatkan pengawasan terhadap anaknya supaya konsep diri remaja menjadi
lebih baik dan menjadi anak yang bermoral.
Masyarakat
Masyarakat agar senantiasa menciptakan dan mempertahankan suasana
lingkungan yang sehat, harmonis dan mendukung pembentukan konsep diri yang
positif. Dan memberikan aturan yang jelas sebagai norma dan nilai-nilai yang
harus dipatuhi, senantiasa menampakkan suasana kehidupan yang religius.
DAFTAR PUSTAKA
Agustiani, Hendriati. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung; PT.
Refika Aditama.
Agustiningsih, Ririen. 2005. Pembinaan Moral Anak Di Panti Pamardi
Putra Mandiri Sendangguo Kecamatantembalang Kota Semarang. Semarang: Universitas
Negeri Semarang.
Amstrong, Amatullah. 1996. Khazanah Istilah Sufi, Kunci Memasuki
Dunia Tasawuf ; Bandung. Mizan.
Baidan, Nashruddin. 1998. Metodologi Penafsiran Al-Qur’an.
Yogyakarta; Pustaka Pelajar.
Chaplin, J. P. 2006. Kamus Lengkap Psikologi. Kartini kartono,
Penerjemah. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Terjemahan dari: Dictionary of Psychology.
Depag RI. 1989. Al-Qur'an dan Terjemahnya. Toha Putra. Semarang.
Hall, Callvin S. 1993. Psikologi Kepribadian 2 “Teori-Teori
Holistik (Organismik-Fenomenologis)”. A. Supratiknya, Penerjemah. Yogyakarta:
Kanisius. Terjemahan dari: Theories of Personality.
Hamka. 1990. Tasawuf Modern. Jakarta; Pustaka Panjimas.
Hariyadi, Sugeng. 2003. Psikologi Perkembangan. Semarang; UNNES
Press.
Hurlock, Elizabeth B. 1999. Psikologi Perkembangan ”Suatu
Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Istiwidayanti dan Soedjarwo, Penerjemah.
Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Development Psychology “A Life-Span
Approach.
Katsir, Ibnu. tt. Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim. Beirut; Dar El-Fikr.
Mokoginta, Urip. 2001. Pengembangan Kualitas SDM Dari Perspektif
PIO. Depok; Bagian PIO Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Monks, F. J., A. M. P. Knoers, dan Siti Rahayu Haditono. 2002.
Psikologi Perkembangan “Pengantar dalam berbagai Bagiannya”. Yogyakarta; Gadjah
Mada University Press.
Muhammad, Hasyim. 2002. Dialog Antara Tasawuf dan Psikologi
”Telaah atas Pemikiran Psikologi Humanistik Abraham Maslow”. Yogyakarta; Pustaka
Pelajar.
Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
1997. Kamus Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.
Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung; PT
Remaja Rosdakarya.
Santrock, John W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Shinto B.
Adelar, Penerjemah. Jakarta:Erlangga. Terjemahan dari: Adolescence.
Sutriano, Hadi. 1984. Metodologi Research. Yogyakarta; Fak. Psiko
UGM.
Lampiran 1
No. Ayat Surat Kandungan
No
|
Ayat
|
Surat
|
Kandungan
|
01
|
20-21
|
Adz-Dzariyat
|
Konsep Diri
|
02
|
8
|
Ar-Rum
|
Konsep Diri
|
03
|
65
|
Yunus
|
Berpikir
|
04
|
48
|
Al-An’am
|
Keyakinan dan Tindakan
|
05
|
10
|
Al-Mujadilah
|
Berserah Diri (Tawakal)
|
06
|
7
|
Ibrahim
|
Bersyukur
|
07
|
18
|
Al-Hasyr
|
Evaluasi diri (muhasabah)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar